Pada suatu siang yang terik, seorang pedagang dari Syam
sedang kerepotan mengurusi barang bawaannya. Tiba – tiba ia melihat seorang
pria bertubuh kekar dengan pakaian lusuh.
Orang itu segera dipanggilnya : ”Hai, kuli, kemari ! Bawakan
barang ini ke kedai di seberang jalan itu !” Tanpa membantah sedikitpun, dengan
patuh pria berpakaian lusuh itu mengangkut bungkusan berat dan besar itu ke
kedai yang dituju.
Dengan tubuh lemas seraya membungkuk – bungkuk, pedagang itu
memohon maaf pada “kuli upahannya” yang ternyata adalah Salman Al Farisi
seorang Gubernur.
”Ampunilah saya , Tuan. Sungguh saya tidak tahu. Tuan adalah
Amir negeri Madain,” ucap si pedagang. ”Letakkan lah barang itu tuan, biarlah
saya yang mengangkutnya sendiri.” Salman menggeleng, ”Tidak, pekerjaan ini
sudah aku sanggupi, dan aku akan membawanya sampai ke kedai yang engkau
maksudkan.”
Setelah sekujur badannya penuh dengan keringat, Salman
menaruh barang bawaannya di kedai itu, ia lantas berkata, ”Kerja ini tidak ada
hubungannya dengan kegubernuranku. Aku sudah menerima dengan rela perintahmu,
untuk mengangkat barang ini kemari. Aku wajib melaksanakannya hingga selesai."
Pedagang itu hanya menggeleng. Ia tidak mengerti bagaimana
seorang berpangkat tinggi bersedia disuruh sebagai kuli. Mengapa tidak ada
pengawal atau tanda- tanda kebesaran yang menunjukkan kalau ia seorang
Gubernur?
Ia barangkali belum tahu, bahwa begitulah seharusnya sikap
seorang pemimpin. Tidak bersombong diri dengan kedudukannya, malah merendah di
depan rakyatnya. Karena pada hakekatnya, ketinggian martabat pemimpin justru
datang dari rakyat dan bawahannya,,
Pimpinlah kami
dengan cinta........
Pimpinlah kami
dengan rasa......
Pimpinlah kami
dengan sayang........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar